JAMBIKLIK.ID, BERITA KERINCI – Sebanyak tujuh warga dari Desa Pulau Pandan dan Karang Pandan, Kecamatan Bukit Kerman, Kabupaten Kerinci, Jambi, dilaporkan telah ditahan oleh pihak berwenang pada Jumat (22/08/2024). Penahanan ini dikaitkan dengan aksi protes warga terhadap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang dikelola oleh PT Kerinci Merangin Hidro (KMH).
Seperti dilansir Wartapost.co Hingga saat ini, motif penahanan belum diketahui secara jelas. Namun, sejumlah warga menyebutkan bahwa aksi penangkapan dilakukan secara bertahap dalam dua hari terakhir.
“Dua orang ditangkap malam Jumat , dan lima orang lainnya hari ini. Yang ditahan antara lain Mat Haris, Tambrin, Mujahidin, Wahidin, Pradilan Sandi, Prantono, dan Jondailani,” ungkap salah satu warga saat ditemui di lokasi aksi, Jumat (22/08/2024).
Sementara itu, Aslori Ilham, yang disebut sebagai Manajer Humas dan Penanggung Jawab Pembangunan PLTA Kerinci Merangin, hingga kini belum tersentuh hukum dan masih bebas beraktivitas di lokasi proyek.
Sejumlah pihak, termasuk tokoh masyarakat dan pengamat lokal, menilai Aslori sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas konflik antara warga dan PT KMH. Ia diduga menjadi pemicu utama kericuhan akibat janji kompensasi yang tidak ditepati.
Dalam pernyataannya di lokasi aksi di sekitar pintu air pemutar turbin PLTA, seorang warga bernama Erniati menegaskan bahwa Aslori pernah berjanji akan memberikan kompensasi sebesar Rp300 juta per Kepala Keluarga (KK), dari tuntutan awal sebesar Rp500 juta yang disepakati empat tahun lalu.
“Pak Aslori berjanji akan memberikan Rp300 juta per KK. Tapi sekarang mereka hanya ingin memberikan Rp5 juta saja. Katanya sudah ada warga yang menerima, tapi warga yang mana?” ujar Erniati.
Akibatnya, muncul desakan agar Aslori turut diperiksa atau bahkan ditahan, guna mengungkap kebenaran dan meredam konflik yang telah menimbulkan keresahan serta korban di kalangan masyarakat.
Menanggapi tudingan tersebut, Aslori membantah melalui beberapa media online. Ia menyatakan tidak pernah menjanjikan kompensasi ratusan juta rupiah kepada warga. Namun masyarakat meragukan bantahan tersebut.
“Apakah mungkin ada asap kalau tidak ada api? Apa mungkin masyarakat berbohong? Dan apakah kerusuhan sebesar ini hanya didasarkan pada kebohongan?” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya.
Situasi di dua desa masih memanas, dan masyarakat berharap ada penyelesaian yang adil dan transparan dari pihak berwenang serta perusahaan.
Social Plugin