JAMBIKLIK.ID, BERITA KERINCI — Tim Terpadu (Timdu) Penanganan Konflik Sosial Kabupaten Kerinci diminta bertindak tegas dan menegakkan hukum secara adil tanpa pandang bulu, menyusul aksi masyarakat yang berujung pada pemblokiran Jalan Nasional. Aksi ini dipicu oleh penahanan tujuh warga dari Desa Karang Pandan dan Pulau Pandan, Kecamatan Bukit Kerman, Kabupaten Kerinci, Jambi, pada Kamis (4/9/2025).
Timdu yang terdiri dari unsur Bupati Kerinci, Kapolres Kerinci, Kejaksaan Negeri Sungai Penuh, dan Kodim dinilai belum melibatkan tokoh masyarakat dalam upaya penyelesaian konflik, sebagaimana yang diamanatkan pemerintah pusat.
Sorotan terhadap Timdu Kerinci menguat setelah merujuk pada pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian dalam Rapat Kerja Tematik Program dan Kegiatan dengan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) di Daerah. Acara itu digelar di Gedung Mahligai, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (1/4/2021).
Dalam pernyataannya, Mendagri menegaskan pentingnya pembentukan kelembagaan Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial di daerah. “Ini harus dijalankan paling tidak tiga bulan ke depan dan kemudian dievaluasi. Unsurnya bisa dari Polri, TNI, atau tokoh masyarakat,” kata Mendagri, dikutip dari laman resmi Kemendagri.
Namun hingga kini, belum ada sosialisasi atau kejelasan struktur Timdu Kabupaten Kerinci kepada publik. Yang diketahui hanya mencakup unsur pimpinan daerah dan aparat penegak hukum, tanpa pelibatan tokoh masyarakat atau adat sebagaimana diamanatkan.
Situasi ini memunculkan dugaan bahwa Timdu hanya dibentuk secara mendadak sebagai respons terhadap konflik antara masyarakat dua desa tersebut dengan PT KMH PLTA Merangin Kerinci.
Sejumlah pihak menilai Timdu terkesan tidak netral dan justru berpihak kepada perusahaan.
Seorang warga, yang meminta identitasnya dirahasiakan karena khawatir ditangkap seperti tujuh warga lainnya, mengungkapkan bahwa masyarakat saat ini merasa tidak memiliki ruang untuk menyampaikan aspirasi.
“Kami hanya menuntut janji yang disampaikan oleh Humas PT KMH PLTA Merangin Kerinci, Aslori, empat tahun lalu. Tapi sekarang kami tak bisa bergerak, karena terikat dalam perjanjian pembebasan tujuh warga yang ditahan, di mana tokoh masyarakat menjadi penjaminnya,” ujar warga tersebut, Rabu (3/9/2025).
Senada dengan itu, aktivis Kerinci, Harmo, menyatakan bahwa Timdu seharusnya menyelidiki akar masalah konflik ini, yaitu janji pihak perusahaan yang diduga tak ditepati.
“Kita harus legowo dan objektif, tidak berpihak. Pemicu konflik ini adalah janji perusahaan empat tahun lalu sebelum pembangunan pintu air turbin PLTA dimulai. Bisa saja ada kesepakatan antara masyarakat dan perusahaan demi kelancaran proyek. Tapi kalau sekarang perusahaan tidak sanggup memenuhi tuntutan, itu yang jadi masalah,” jelasnya.
Harmo juga menegaskan bahwa Timdu wajib menelusuri apakah janji yang disampaikan oleh pihak perusahaan—khususnya oleh Humas, Aslori—benar-benar pernah ada. Jika terbukti, menurutnya, hal tersebut sudah masuk dalam ranah hukum karena menjadi pemicu konflik yang menimbulkan keresahan masyarakat dan korban.
“Timdu harus menyelidiki dan memproses isu janji perusahaan itu. Jika terbukti, ini bukan sekadar konflik sosial, tapi sudah masuk wilayah pidana,” tegas Harmo.
Social Plugin